Jumat, 04 Maret 2011

Tidak Seharusnya Umat Islam Terpecah Belah dan Tercerai Berai!!!

Banyak diantara kita bertanya-tanya mengapa sampai umat Muslim terpecah-belah menjadi banyak aliran? Mengapa ada aliran Sunni dan Syiah? Mengapa ada mazhab Syafii, Maliki, Syiah Ismailliyyah, dan lain-lain? Manakah diantara mereka yang sesuai dengan kehendak Allah dan tuntunan Rasulullah Muhammad saw?

Pada artikel rekan kita, Gadis Tulen, yang berjudul “Islam yang Mana yang Sesuai dengan Tuntunan Rasul Itu” (http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/18/islam-yang-mana-yang-sesuai-dengan-tuntunan-rassul-itu/) dikatakan bahwa “Zaman sekarang ini dikalangan Sunni kita sudah mendapati Hadits yang mengatakan bahwa bila ada perbedaan kita merujuk saja ke Alqur’an dan Hadits, sedangkan dari pihak Syiah rujukannya ke Alquran dan Al itrah/Ahlulbait”. 

Saya tidak tahu darimana saudari Gadis mendapatkan info tsb. Namun jika itu benar, maka seharusnya baik Sunni maupun Syiah tidak semestinya bertentangan, karena ada hadits yang mengatakan bahwa salah satu pesan terakhir nabi sebelum beliau meninggal adalah:
“Jagalah hubungan dengan keluargaku (ahlul bayt) untuk bimbingan terus-menerus.”
Dan perkataan Rasulullah itu sepertinya mendapat dukungan dari Allah yang tersirat lewat firman-Nya dalam Al-Qur’an:
“….Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” {QS. 33:33}

Mengapa sampai Rasulullah berkata demikian? Karena dia tahu bahwa akan ada orang-orang yang berusaha menyusup dan menghancurkan Islam dengan jalan memelintir apa yang telah beliau katakan. Orang-orang seperti inilah yang melahirkan apa yang kita kenal sebagai “ajaran bid’ah (sesat) atau hadits yang tidak shahih”. 

Sebagaimana kita ketahui bahwa sampai saat ini, kita cukup sulit untuk membedakan mana hadits yang shahih dan mana hadits yang tidak shahih. Oleh sebab itu, Rasulullah mengatakan agar kita berpegang pada ahlul baytnya, untuk memperoleh bimbingan yang benar sesuai tuntunan beliau. Namun patut pula dicatat bahwa akan banyak orang yang mengaku sebagai ahlul bayt Nabi Muhammad atau penghubung kepada ahlul bayt tsb. Oleh sebab itu, sikap waspada serta berpikir logis dan kritis perlu pula ditanamkan pada diri kita.

Sebagai contoh, tatkala terjadi tragedi fitnah “Al Bab” di Iran, seseorang bernama Muhammad As Syairazi mengaku sebagai pintu penghubung kepada Al Mahdi kemudian ia secara bertahap mengaku sebagai Imam Mahdi. Orang-orang seperti inilah yang patut kita waspadai.

Tentu merupakan pertanyaan besar bagi kita mengapa sampai generasi penerus Nabi Muhammad dari waktu ke waktu diperlakukan secara semena-mena dan akhirnya mati terbunuh? Padahal Rasulullah saw bersabda:
“Aku tinggalkan kepada kalian semua, sesuatu yang ada di alam, dan jika kalian berpegang kepadanya, maka kalian tidak akan tersesat setelah aku tiada. Yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an), tali yang terbentang dari surga ke bumi, dan keluargaku yang masih memiliki hubungan darah denganku (Ahlul Bayt). Keduanya (Kitab Allah dan penerus Nabi) tidak akan terpisahkan sampai Hari Kiamat. Jadi pertimbangkanlah bagaimana kalian akan bersikap terhadap Kitab Allah dan keluargaku setelah kepergianku.” (HR. Tirmidzi)

Jawabannya adalah karena ada penyusup sang pengikut Dajjal yang berusaha memecah belah persatuan umat Islam. Mereka (para penyusup) berusaha untuk memutus mata rantai keluarga Nabi Muhammad, karena mereka tahu persis bahwa dari keluarga Nabi-lah pesan yang benar itu dapat diperoleh. Dan alasan ini sangat logis, sebab yang paling tahu mengenai perkataan, serta sikap dan karakter seseorang, tentu adalah keluarganya sendiri (Ahlul Bayt).

Selain itu, kalau kita mau bersandar pada Al-Qur’an sebagai satu-satunya pesan yang tiada keraguan didalamnya, maka seharusnya kita tidak terpecah belah seperti sekarang ini, sebab Al-Qur’an mengatakan bahwa:

1. Kaum Muslimin harus bersatu.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” {QS. 3:103}

2. Tidak boleh membuat sekte dan golongan-golongan dalam Islam.

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” {QS. 6:159}

3. Memerintahkan menyebut diri Anda Muslim.

*) Jika ada yang mengajukan pertanyaan kepada seorang muslim, “Siapa Anda?” atau “Anda berasal dari golongan mana?”, maka Anda harus menjawab, “Saya Muslim!”. Bukan Syafi’i atau Imamiyyah misalnya.

Dalam QS Fushshilat ayat 33 disebutkan:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?"
Dalam ayat tsb dikatakan, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Dengan kata lain, katakan, “Saya Muslim!”.

*) Rasulullah mendiktekan surat kepada raja-raja dan penguasa non muslim untuk mengajak mereka menerima Islam. Dalam surat-surat itu beliau menyebutkan ayat 64 dari Surah ‘Ali Imran, “….Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)."

*) Dari dulu kita disebut sebagai Muslim.
Sejak dahulu, Allah tidak menyebut kita sebagai seorang sunni atau syiah atau yang lainnya, namun menyebut kita hanya dengan satu nama: “MUSLIM”!!

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik- baik Penolong. {QS. 22:78}

Walau demikian, kita harus menghormati semua ulama besar, termasuk empat Imam: Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Hambali, dan Imam Malik. Mereka adalah ulama besar dan semoga Allah memberi pahala bagi penelitian dan kerja keras mereka. Orang tidak boleh berkeberatan bila ada seseorang yang sepakat dengan pandangan dan penelitian Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, atau yang lainnya. Tetapi ketika ditanya, “Siapa Anda?”, maka jawaban seharusnya adalah “Saya Muslim!”. Perbedaan pandangan/pendapat adalah hal yang biasa dan wajar. Tidak seharusnya karena perbedaan tsb menjadikan kita saling menghina dan menggunjing, yang pada akhirnya membuat kita terpecah belah dan tercerai berai! Kita diciptakan Allah bukan untuk saling berprasangka buruk, namun untuk saling kenal-mengenal, agar kita dapat saling berbagi dalam kasih satu sama lain. Orang yang paling mulia disisi Allah bukan berasal dari suatu golongan atau kaum tertentu, tetapi berasal dari orang yang paling bertaqwa kepada-Nya.

Firman Allah:
011. Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. 012. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. 013. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. {QS. Al-Hujuraat [49]:11-13}

Rasulullah juga bersabda, “Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semua akan ditempatkan di neraka kecuali satu.” Para sahabat bertanya “Kelompok mana yang satu itu?”.

Rasulullah menjawab, “Dimana aku dan sahabat-sahabatku berada”.

Dalam hadits lain dikatakan Wajib kalian memegang teguh sunahku dan sunah sahabatku”.


Mengapa Nabi Muhammad berkata demikian? Sebab baik beliau maupun para sahabatnya memiliki pesan inti yang sama, yaitu “Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya”. Seorang muslim sejati hanya akan mengikuti Al-Qur’an yang merupakan kalimat Allah dan hadits shahih yang merupakan perkataan Rasulullah saw. Dia boleh menyepakati pandangan ulama yang mana saja sejauh mereka sejalan dengan ajaran Al-Qur’an dan hadits shahih. Jika bertentangan dengan firman Allah atau sabda Rasul-Nya, pandangan-pandangan semacam itu tidak ada artinya, betapapun alimnya sang ulama. Inilah yang terjadi terhadap banyak sekte Islam sebagaimana tergambar dalam buku “Mungkinkah Syiah dan Sunnah Bersatu” karya Syaikh Muhibbuddin Al Khatiib (dapat diunduh disini: http://www.mediafire.com/?yxujaa8qcuccy1o).

Jika semua umat Islam membaca dan paham Al-Qur’an serta hadits shahih, insyaAllah perbedaan-perbedaan yang ada akan lenyap dan kita bisa menjadi umat yang satu.

Lantas sekarang, mungkin timbul lagi pertanyaan “Bagaimana cara untuk memahami Al-Qur’an dan hadits shahih dengan baik dan benar mengingat ada beberapa diantaranya yang membutuhkan penafisiran?”. Jawabannya, seperti yang tersirat dalam paragraph awal yaitu melalui ahlul bayt Rasulullah saw. Namun jika mereka sulit atau tidak dapat ditemui, maka jawabannya adalah dengan terus berupaya mencari dan menggalinya dari berbagai sumber sambil memberdayakan akal yang merupakan anugerah terindah dari Yang Maha Kuasa!

Berikut dialog antara khalifah Al-Ma’mun dan seorang murtad yang patut kita simak:

Al-Ma’mun: Bagiku, aku lebih suka menyelamatkan nyawamu daripada memenggal kepalamu dan membuktikan bahwa kamu tidak bersalah daripada menguatkan kesalahanmu. Nah, mengapa kamu meninggalkan Islam? Beritahu kami agar kami bisa mengobati penyakitmu. Jika pengobatan kami cocok untukmu, pakailah, tapi jika kamu merasa tidak ada gunanya, kamu tidak akan dipersalahkan.

Si Murtad: Perbedaan diantara kalian yang menyebabkan aku keluar dari Islam.

Al-Ma’mun: Ada dua kategori perbedaan diantara kami. Pertama, perbedaan dalam berbagai masalah cabang (furu’) syariah yang dianggap sebagai rahmat dan kemudahan bagi umat. Kedua, perbedaan dalam menafsirkan wahyu walaupun kami bersepakat menyangkut aslinya. Dalam konteks ini, perlu diingat bahwa sekiranya Allah menghendaki, Dia akan menjadikan wahyuNya tidak membutuhkan penafsiran. Akan tetapi, agama selalu membutuhkan usaha dan pencarian yang menghendaki kerja keras dan perlombaan.

Menyadari kekeliruannya, si murtad menyatakan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang tidak punya sekutu dan putra, bahwa Isa adalah hamba-Nya, bahwa Muhammad adalah benar, dan paduka adalah Amirul Mukminin sejati”.

Dari dialog diatas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa untuk mendapatkan kebenaran hakiki dibutuhkan kerja keras. Dengan kata lain, kita harus terus berupaya mencari dan menggalinya dari berbagai sumber. Namun ingat, berdayakan pula akal Anda dalam mencari serta menggali kebenaran tsb, agar sumber-sumber yang diperoleh mampu diselektif dengan benar dan tidak serta merta ditelan mentah-mentah.

Dalam berbagai firman-Nya, Allah terus mengingatkan agar kita menggunakan akal dalam bertindak, supaya kita termasuk orang-orang yang beruntung dan tidak ditimpa kemurkaan:

Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." {QS. Al-Maaidah [5]:100}

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. {QS. Yunus [10]:99-100}

Dari penjelasan diatas, maka dapat diketahui pula bahwa urutan yang menjadi pegangan dan pedoman hidup kita sebagai Muslim, yaitu:

1. Al-Qur’an, dengan sumber penafsiran dari:
a. Ahlul Bayt yang sebenarnya.
b. Upaya pencarian dan penggalian dari berbagai sumber sambil memberdayakan akal.

2. Hadits Shahih, yang diperoleh melalui:
a. Ahlul Bayt yang sebenarnya.
b. Upaya pencarian dan penggalian dari berbagai sumber sambil memberdayakan akal.

2 komentar: