Jumat, 01 Januari 2010

Berbuat Baik, Apalah Susahnya?

Berbuat baik tidak saja merupakan anjuran tapi suatu kewajiban. Setiap muslim wajib melakukan kebaikan sesuai dengan kemampuannya. Saking banyaknya jenis kebaikan yang ada di dunia ini, tak seorang pun tak mampu melakukan salah satunya. Asal mau, pasti bisa.

Diriwayatkan dari Abu Hanifah dari perkataan Nabi saw, "Kebaikan itu banyak, tapi pengamalnya (orang yang melaksanakannya) sedikit".

Kebaikan itu, selain banyak jumlahnya, juga gampang pelaksanaannya. Bisa tanpa biaya, tanpa tenaga, tanpa pikiran, dan tanpa pengorbanan apa-apa. Sekedar diam untuk menahan ucapan kotor, itu sudah termasuk bagian dari kebaikan. Siapa yang tidak bisa jika sekedar diam saja?

"Setiap muslim itu harus bersedekah" (HR. Bukhari & Muslim). Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidak setiap kami mempunyai sesuatu untuk disedekahkan". Ada pula yang mengatakan, "Wahai Nabi Allah, maka bagaimana orang yang tidak mendapatkan sesuatu untuk disedekahkan?". Beliau bersabda, "Bekerja secara mandiri lalu mendatangkan manfaat pada diri sendiri, dan bersedekah". "Jika tidak ada yang bisa disedekahkan?", tanya para sahabat lagi. Rasul menjawab, "Menolong orang yang membutuhkan sesuatu yang mendesak". Mereka bertanya lagi, "Andaikata tidak mampu melakukan itu?". Rasul saw menjawab, "Menyuruh orang pada yang ma'ruf". Mereka bertanya lagi, "Jika tidak mampu melakukan itu?". Rasul menjawab, "Mencegah diri dari kejahatan, itu juga termasuk sedekah".

Menilik hadits diatas, rasanya tak seorang muslim pun yang bisa beralasan tidak mampu melaksanakan kebaikan. Semua pasti bisa, hanya saja seberapa banyak masing-masing bisa mengumpulkannya?. "Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia".

Dalam sebuah riwayat hadits disebutkan bahwa orang yang paling disenangi Allah adalah mereka yang membawa kegembiraan bagi saudaranya sesama muslim. Bahkan mereka yang telah mampu menghilangkan kesusahan orang lain, membayarkan hutangnya, mengentaskan kelaparannya, atau menemaninya dalam sebuah perjalanan yang ma'ruf, maka pahalanya lebih besar dari i'tikaf selama sebulan di Masjid Nabawi.

Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw bersabda, "Jangan meremehkan sedikitpun tentang kebaikan meskipun hanya menjumpai kawan dengan wajah ceria (tersenyum)" (HR. Muslim). Tersenyum saja kepada teman sudah merupakan nilai tambah di sisi Allah. Jangan sampai meremehkan amal, walaupun nampak kecil berupa senyum.

Kebaikan sederhana lain yang tak kalah kecil artinya adalah menahan marah di saat seseorang mampu melakukannya. Ganjaran yang mampu melakukan ini adalah keridhaan Allah pada hari kiamat. Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah bahwa "Barang siapa dapat menahan amarahnya, padahal ia berkuasa untuk melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat untuk tampil di depan makhluk-Nya dan memilih diantara bidadari yang disukainya".

Di dalam riwayat yang lain, Rasulullah bersabda bahwa "Orang yang pemurah hati dekat dengan Allah, dekat dengan syurga, dekat dengan manusia, jauh dari neraka. Sedang orang yang bakhil, jauh dari Allah, jauh dari syurga, jauh dari manusia, dekat dengan api neraka. Orang yang bodoh tetapi murah hati lebih dicintai Allah daripada orang alim yang bakhil.

Yang dimaksud bakhil dalam konteks ini adalah pelit dalam memberi maaf. Orang yang suka memberi maaf disebut murah hati, sedang mereka yang pemarah, tak mudah memaafkan disebut bakhil. Bakhil disini tidak terbatas pada pelit dalam pemberian materi.

Seorang muslim hendaknya menjauhi sikap egoisme, mementingkan diri sendiri. Sikap seperti ini hanya ada pada mereka yang tidak mengenal Islam. Padahal umat Islam harus selalu loyal kepada sesamanya. Ada kerjasama, solidaritas, saling menolong, saling menggembirakan dan saling meringankan.

Dalam urusan jual beli, dianjurkan baik pembeli maupun penjual untuk saling memudahkan. Yassiruu wala tu 'assiruu, ringankan dan jangan memberatkan. Penjualnya tidak menawarkan barang terlalu tinggi, sedangkan pembeli tidak menawarkan dengan harga yang terlalu rendah. Demikian juga dengan berpolitik, jangan mentang-mentang berkuasa kemudian menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi/kelompok daripada kepentingan orang banyak. Dituntut adanya sikap profesional dan proporsional. Ini suatu keadilan yang mesti ditegakkan.

Dalam urusan besar, seperti berpolitik kita bisa mengumpulkan kebaikan, maka urusan yang kecilpun kita bisa melakukannya, misalnya dalam berkendaran di bus kota atau dimana saja. Mempersilakan orang untuk menempati sebuah kursi yang masih kosong, merupakan bentuk amal kebaikan. Apalagi jika yang berdiri di dekat kita itu ada seorang wanita, anak-anak, atau orang tua, maka persilakan mereka menduduki kursi kosong itu terlebih dahulu. Ini adalah suatu bentuk kebaikan yang sangat dianjurkan. Rasulullah saw  bersabda, "Barangsiapa kelebihan tempat dalam kendaraan, hendaknya memberikannya kepada orang yang tidak punya kendaraan (diajak serta). Barangsiapa yang punya kelebihan bekal perjalanan, maka hendaknya memberikannya kepada yang tidak punya" (HR. muslim).

Bagaimana? Sederhana bukan? Tetapi yang sederhana itu tidak banyak dilaksanakan. Contoh konkritnya adalah mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah memberikan sesuatu kepada kita. Hanya sekedar ngomong, tetapi nilainya besar sekali. Disisi manusia, ini merupakan penghormatan, sedang disisi Allah merupakan kemuliaan.

Alangkah rugi orang yang mempunyai umur panjang, tetapi hanya sedikit mampu mengumpulkan kebaikan, meskipun dari jenis yang ringan (yang biasanya dianggap sepele) seperti dalam menjaga hubungan antar sesama. Orang demikian bisa disebut bangkrut.

Suatu kali Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, "Tahukah kamu orang yang bangkrut?". Mereka menjawab, "Orang yang tidak mempunyai uang ataupun harta benda". Nabi kemudian melengkapi penjelasannya, "Pengertian pailit bagi umatku adalah mereka yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, zakat, puasa, tapi selalu mencela, menuduh, memakan barang tanpa hak, mencucurkan darah dan memukul. Kelak akan diambil kebaikannya dan diberikan kepada orang yang telah disakiti. Bila masih tidak cukup pahalanya, maka dosa orang yang disakiti akan diambil dan dibebankan kepada mereka".

Selanjutnya Nabi Muhammad saw bersabda, "Orang yang paling berat disiksa pada hari kiamat adalah orang yang memandang ada kebaikannya, padahal sebenarnya tidak ada kebaikan sama sekali" (HR. Ad-Dailami).

---------------------------------------------------

Disadur dari Lembar Jum'at IQRA' Masjid Agung Pangkep Edisi 154/Tahun III-2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar